Sekelumit asal GUA GONG, Goa Gong terletak 37 km
dari Pusat Kota Pacitan Goa dengan stalagtit dan stalagmitnya yang
dinominasikan sebagai goa terindah di Asia Tenggara ini marnpu memukau
setiap wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Goa Gong terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Donorejo, Pacitan,
140 km selatan kota Solo atau 30 km arah Barat Daya Kota Pacitan, dapat
dicapai dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat.
Mengapa disebut Goa Gong karena didalamnya terdapat sebuah batu yang
jika dipukul akan menimbulkan bunyi seperti Gong yang ditabuh. Letaknya
tidak jauh dari gerbang masuk Kota Pacitan, petunjuk jalan menuju ke
arah Goa Gong juga cukup jelas. Namun semakin mendekat ke Goa Gong,
jalan yang dilalui semakin menyempit hingga akhirnya menemukan
perempatan jalan yang kecil sebelum akhirnya memasuki pelataran parkir
Goa Gong. Jalan setapak menuju Goa yang telah disemen dengan baik
dipenuhi dengan warung-warung yang mejajakan minuman dan makanan
tradisional. Penjualnya kebanyakan perempuan dari yang berusia muda
hingga nenek-nenek.
Sepanjang jalan menuju Goa Gong banyak melewati perbukitan-perbukitan
yang mungkin di dalanmya juga terdapat Goa. Goa-goa di Pacitan ini pada
umumnya dari luar tampak terbentuk dari jenis batuan Karst, batu yang
tampak hitam dan sangat keras. Pada awal mulanya Goa Gong tanpa sengaja
diketemukan oleh dua orang penduduk lokal yang ingin mencari sumber air,
karena di daerah ini memang wilayah yang sulit air. Untuk masuk Goa
Gong kita diharuskan membayar tiket sebesar Rp 7.500,-, kemudian juga
menyewa senter Rp 3000,-, tersedia juga buka panduan berbandrol Rp
3000,- dan ada baiknya ditemani oleh Guide yang merupakan penduduk
lokal.
Meskipun para guidenya penduduk lokal, bukan berarti mereka tidak
paham akan kondisi bebatuan. Karena para guide-guide ini setiap beberapa
periode senantiasa mendapatkan pelatihan oleh para tim peneliti.
Perlunya para guide untuk memaharni jenis-jenis bebatuan yang ada di Goa
Gong ini juga sebagai bentuk sosialisasi agar mereka mau ikut merawat
kondisi Goa Gong agar tidak rusak.
Keuntungan ditemani guide, yang pertama karena kita tidak akan
bingung pada saat berada di dalam goa, selain itu kamu juga menjadi
lebih tahu mengenai sejarah Goa Gong, dan di dalam goa banyak batuan
yang menyerupai bentuk sesuatu sehingga bila tidak ditemani guide maka
sayang akan terlewatkan begitu saja, seperti batuan yang menyerupai
patung Budha misalnya yang tidak jauh dari pintu masuk.
Harga sewa guide? Cukup seikhlasnya saja. Selain itu di Goa Gong juga
terdapat beberapa fotografer lokal yang menawarkan jasa foto langsung
jadi di dalam Goa jika anda lupa membawa kamera.
MENELUSURI GOA GONG
Masuk ke dalam perut Goa Gong sejauh 300 meter ke bawah telah disediakan
jalur-jalur khusus bagi para pengunjung berupa anak tangga di lengkapi
pembatas yang dapat digunakan sebagai petunjuk arah. Untuk masuk ke
dalam Goa Gong Anda tidak perlu memiliki perasaan takut akan gelap,
mistis ataupun hal-hal lain, Goa. Gong sangat jauh dari kesan tersebut.
Meskipun tidak terlalu terang, namun lampu-lampu berwarna-warni
merah, hijau, kuning, biru cukup membuat jelas pandangan. Lagi pula
memang cahaya terang tidak diperbolehkan untuk digunakan didalam, karena
dapat mengurangi keindahan kondisi Goa.
Untuk mengantisipasi panas di dalam Goa juga telah disediakan beberapa
kipas angin berukuran besar supaya kondisi hawa dalam goa tidak pengap.
Di dalam Goa Gong terdapat 7 titik pemberhentian, batuan pembentuknya
terdiri dari beberapa jenis batuan seperti Karst, Marmer dan Kristal.
Terdapat beberapa stalagtit dan stalagmit yang telah menyatu dan menjadi
semacam penyangga Goa, yang paling menakjubkan di dalam adalah adanya
penyangga yang sangat besar yang bentuknya menyerupai tirai. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari Guide kami, diperlukan waktu 10 tahun
untuk setiap 1 cm pertambahan stalagtit maupun stalagmit.
Perlahan, kaki melangkah menaiki tanjakan, menuju pintu goa. Di
sepanjang perjalanan menuju mulut goa, deretan kios pedagang makanan
masih tertutup rapat. Mungkin karena saya datang bukan saat akhir
minggu, jadi deretan kios ini terlihat menutup diri saja. Lagi pula,
memang tak banyak pengunjung yang datang saat itu. Hanya terlihat
sekelompok pria dewasa, yang sepertinya hanya ingin melewati rasa
penasarannya saja untuk melihat isi perut bumi di daerah desa Bomo ini.
Tiba di mulut goa, langkah sempat terhenti oleh datangnya puluhan
orang setempat yang menawarkan jasa. Ada yang menawarkan senter dan
layanan pemandu bagi yang rnembutuhkan. Karena sudah membawa headlamp,
saya membeli sebuah buku panduan seharga Rp 3.000 saja, dan memutuskan
masuk lorong tanpa pemandu.
Memasuki lorong pertama di goa gong ini, sudah terasa keindahan mulai
memijar. Deretan straw (ornamen berbentuk seperti sedotan) berebut
memenuhi langit-langit goa. Sebuah ungkapan selamat datang yang
mahaindah bagi yang mengerti. Karena deretan straw tersebut bisa berarti
sinyal pemberitahuan, mengenai lebatnya ornamen lain di dalamnya.
Benar saja, setelah melewati lorong straw, langsung mata ini disergap
oleh puluhan bahkan ratusan ornamen goa gong yang berbeda tiap
bentuknya. Teramat banyak saya kira, lebih banyak dari sekumpulan
ornamen goa gong yang pemah saya lihat di gua-gua lainnya di tanah Jawa
ini. Semua penuh memadati lorong menurun goa gong, menghiasi tiap meter
sisi tangga. Menjadi hiasan yang tak terukur nilainya, karena tiap
ornamen bisa jadi berumur ratusan tahim lamanya.
Saking banyaknya ornamen yang ada di dalam goa gong tersebut, sampai
sulit rasanya menyebutkan satu per satu di sini. Yang paling saya ingat
mungkin sekumpulan gourdyn raksasa, yang dipenuhi bintik mutiara di
dalamnya. Titik-titik kecil tersebut seperti ribuan kunang-kunang saja
layaknya. Suasana goa gong yang temaram makin menambah eksotis ribuan
titik mutiara itu. Memenuhi tiap jengkal mata memandang, dan bila
memejamkan mata, rasanya masih tertinggal ribuan titik mutiara tersebut
memenuhi benak kepala.
Dengung Gong
Perjalanan masih terus memasuki lorong-lorang. Menembus di antara
stalagmit dan stalagtit. Membentuk tiang-tiang tinggi penyangga lorong,
mengukuhkan keberadaan mereka di sana. Diselang-selingi dengan tirai
tipis batuan, menimbulkan kekaguman saat mencoba mengetuknya. Terdengar
suara berdengung, yang menggema di seantero lorong. Rupanya inilah sebab
mengapa goa ini disebut Gong. Karena tiap kita memukul bagian ornamen
di dalamnya, akan terdengar suara berdegung, mirip suara yang dihasilkan
gong gamelan kesenian khas Jawa.
Hingga akhirnya saya keluar dari lorong-lorong berhawa panas
tersebut, masih terasa sentuhan pada mata dan kuping ini. Menembus liang
pemikiran dan berbayang terus, bahkan sampai es degan (kelapa) melewati
kerongkongan. Baru tersadar bahwa keindahan goa tersebut benar-benar
sebuah anugerah dari kuasa, yang diberikan untuk mempercantik kawasan
keras gamping tersebut.
Ruang pertama, yaitu ruang Sendang Bidadari. Dalam ruangan ini
terdapat sendang kecil dengan air yang dingin dan bersih. Di sebelahnya
adalah ruang Bidadari, dimana menurut cerita diruangan kadang melintas
bayangan seorang wanita yang cantik.
Ruang tiga dan empat adalah ruang kristal dan marmer, dimana dalam
ruangan tersebut tersimpan batu Kristal dan marmer di sisi-sisi atas dan
samping gua dengan kualitas yang hampir sempurna. Memasuki ruang lima,
adalah ruangan yang sedikit lapang. Di tempat ini pernah dijadikan
konser musik empat negara, yaitu: Indonesia, Swiss, Inggris dan Perancis
dalam kerangka mempromosikan keberadaan Goa Gong ke mancanegara. Ruang
enam adalah ruang pertapaan dan terakhir ruang tujuh adalah batu gong.
Adalah batu-batu yang apabila kita tabuh akan mengeluarkan suara seperti
gong.
Selain itu goa gong juga mempunyai 5 sendang yaitu Sendang Jampi
Rogo, Sendang Panguripan, Sendang Relung Jiwo, Sendang Kamulyan, dan
Sendang Ralung Nisto yang konon memiliki nilai magis untuk menyembuhkan
penyakit. Keindahan Stalagnit dan stalagmitnya sangat memukau diabadikan
dengan nama Selo Cengger Burni, Selo Gerbang Giri, Selo Citro Cipto
Agung, Selo Pakuan Bomo, Selo Adi Citro Buwono, Selo Bantaran Angin dan
Selo Susuh Angin.
Sumber : jawatimuran.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar